Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Posted by Rizkianugrahaeni


Pada postingan kali ini saya akan mengulas tentang model pembelajaran kooperatif tipe TGT.  Ulasan di bawah ini disadur dari skripsi karya Warid Ardiansyah Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.

Pembelajaran Kooperatif sangat beragam jenisnya. Salah satunya adalah model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament). Menurut Kurniasari (2006), model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran kooperatif dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri atas 3-5 siswa yang heterogen, baik dalam hal akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Inti dari model ini adalah adanya game dan turnamen akademik.
Sebelum memulai game dan turnamen akademik, guru terlebih dahulu menempatkan siswa dalam sebuah tim yang mewakili heterogenitas kelas ditinjau dari jenis kelamin, ras, maupun etnis. Masing-masing siswa nantinya akan mewakili kelompoknya untuk bersaing dalam meja turnamen.
Setelah kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, guru kemudian menyajikan materi dan selanjutnya siswa bekerja mengerjakan LKS dalam kelompoknya masing-masing. Apabila ada anggota kelompok yang kurang mengerti dengan materi dan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertugas memberikan jawaban seta menjelaskannya sebelum pertanyaan tersebut diajukan kepada guru.
Untuk memastikan apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, maka siswa akan bertanding dalam game dan turnamen ademik. Game hanya diikuti oleh perwakilan dari masing-masing kelompok, sedangkan turnamen diikuti oleh semua siswa.
Ketika turnamen akademik, siswa akan dipisahkan dengan kelompok asalnya untuk ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Setiap meja turnamen terdiri dari beberapa siswa yang mewakili kelompoknya masing-masing. Penentuan dimana meja turnamen yang akan ditempati oleh siswa dilakukan oleh guru, yaitu dengan melihat homogenitas akademik. Maksudnya, siswa yang berada dalam satu meja turnamen adalah siswa dengan kemampuan akademiknya setara. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh saat pre-test.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan tahapan-tahapan dalam model pembelaran TGT. Menurut Slavin (2001:166-167), langkah-langkah model pembelajaran TGT ada lima tahap, yaitu: tahap presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Uraian selengkapnya sebagai berikut:
2.2.A.   Presentasi di kelas
Penyajian materi dalam TGT diperkenalkan melalui presentasi kelas. Presentasi kelas dilakukan oleh guru pada saat awal pembelajaran. Guru menyampaikan materi kepada siswa terlebih dahulu yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung melalui ceramah. Selain menyajikan materi, pada tahap ini guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, serta memberikan motivasi.
Pada tahap ini, siswa juga dapat diikutsertakan saat penyajian materi. Bahkan agar lebih menarik, penyajian materi bisa disajikan dalam bentuk audiovisual yang dikemas dalam CD interaktif seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.
Pada saat penyajian materi, siswa harus benar-benar memperhatikan serta berusaha untuk memahami materi sebaik mungkin, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, game dan saat turnamen akademik. Selain itu, siswa dituntut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan mempresentasikan jawaban di depan kelas.
2.2.B.   Tim/kelompok
Setelah penyajian materi oleh guru, siswa kemudian berkumpul berdasarkan kelompok yang sudah dibagi guru. Setiap tim atau kelompok terdiri dari 3 sampai 5 siswa yang anggotanya heterogen. Dalam kelompoknya siswa berusaha mendalami materi yang telah diberikan guru agar dapat bekerja dengan baik dan optimal saat turnamen.
Guru kemudian memberikan LKS untuk dikerjakan. Siswa lalu mencocokkan jawabannya dengan jawaban teman sekelompok. Bila ada siswa yang mengajukan pertanyaan, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan tersebut. Apabila teman sekelompoknya tidak ada yang bisa menjawabnya, maka pertanyaan tersebut bisa diajukan kepada guru.
Belajar dalam kelompok sangat bermanfaat, karena dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial memupuk keterampilan kerja sama siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud adalah berbagi tugas dengan anggota kelompoknya, saling bekerja sama, aktif bertanya, menjelaskan dan mengemukakan ide, menanggapi jawaban/pertanyaan dari teman, dan sebagainya.
2.2.C.  Game (permainan)
Apabila siswa telah selesai mengerjakan LKS bersama anggota kelompoknya, tugas siswa selanjutnya adalah melakukan game. Game dimainkan oleh perwakilan dari tiap-tiap kelompok pada meja yang telah dipersiapkan. Di meja tersebut terdapat kartu bernomor yang berhubungan dengan nomor pertanyaan-pertanyaan pada lembar permainan yang harus dikerjakan peserta. Siswa yang tidak bermain juga berkewajiban mengerjakan soal-soal game beserta teman sekelompoknya.
2.2.D.   Tournament (turnamen)
Turnamen biasanya dilakukan tiap akhir pekan atau akhir subbab. Turnamen diikuti oleh semua siswa. Tiap-tiap siswa akan ditempatkan di meja turnamen dengan siswa dari kelompok lain yang kemampuan akademiknya setara. Jadi, dalam satu meja turnamen akan diisi oleh siswa-siswa homogen (kemampuan setara) yang berasal dari kelompok yang berbeda.
Meja turnamen diurutkan dari tingkatan kemampuan tinggi ke rendah. Meja 1 untuk siswa dengan kemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa dengan kemampuan sedang. Meja 3 untuk siswa dengan kemampuan di bawah siswa-siswa di meja 2, dan seterusnya. Di meja turnamen tersebut siswa akan bertanding menjawab soal-soal yang disediakan mewakili kelompoknya.
Soal-soal turnamen harus dirancang sedemikian rupa agar semua siswa dari semua tingkat kemampuan dapat menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Jadi, guru membuat kartu soal yang sulit untuk siswa pintar, dan kartu dengan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. 
Siswa yang mendapat skor tertinggi akan naik ke meja yang setingkat lebih tinggi. Siswa yang mendapatkan peringkat kedua bertahan pada meja yang sama, sedangkan siswa dengan peringkat-peringkat di bawahnya akan turun ke meja yang yang tingkatannya lebih rendah. 


Setelah siswa ditempatkan dalam meja turnamen, maka turnamen dimulai dengan memperhatikan aturan-aturannya. Aturan-aturan turnamen TGT yaitu:
(1)     cara memulai permainan
Untuk memulai permainan, terlebih dahulu ditentukan pembaca pertama. Cara menentukan siswa yang menjadi pembaca pertama adalah dengan menarik kartu bernomor. Siswa yang menarik nomor tertinggi adalah pembaca pertama.
(2)     Kocok dan ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permainan.
Setelah pembaca pertama ditentukan, pembaca pertama kemudian mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Pembaca pertama lalu membacakan soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu. Setelah itu, semua siswa harus mengerjakan soal tersebut agar mereka siap ditantang. Setelah si pembaca memberikan jawabannya, maka penantang I (siswa yang berada di sebelah kirinya) berhak untuk menantang jawaban pembaca atau melewatinya.
(3)     Tantang atau lewati
Apabila penantang I berniat menantang jawaban pembaca, maka penantang I memberikan jawaban yang berbeda dengan jawaban pembaca. Jika penantang I  melewatinya, penantang II boleh menantang atau melewatinya pula. Begitu seterusnya sampai semua penantang menentukan akan menantang atau melewati.
Apabila semua penentang sudah menantang atau melewati, penantang II memeriksa lembar jawaban dan mencocokkannya dengan jawaban pembaca serta penantang. Siapapun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika jawaban pembaca salah maka tidak dikenakan sanksi, tetapi bila jawaban penantang salah maka penantang mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut adalah dengan mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya (jika ada).
(4)     Memulai putaran selanjutnya
Untuk memulai putaran selanjutnya, semua posisi bergeser satu posisi kekiri. Siswa yang tadinya menjadi penantang I berganti posisi menjadi pembaca, penantang II menjadi penantang I, dan pembaca menjadi penantang yang terakhir. Setelah itu, turnamen berlanjut sampai kartu habis atau sampai waktu yang ditentukan guru.
(5)     Perhitungan poin
Apabila turnamen telah berakhir, siswa mencatat nomor yang telah meraka menangkan pada lembar skor permainan. Pemberian poin turnamen selanjutnya dilakukan oleh guru.

Selanjutnya, poin-poin tersebut dipindahkan ke lembar rangkuman tim untuk dihitung rerata skor kelompoknya. Untuk menghitung rerata skor kelompok adalah dengan menambahkan skor seluruh anggota tim kemudian dibagi dengan jumlah anggota tim yang bersangkutan.
2.2E.    Rekognisi tim (penghargaan tim)
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rerata skor kelompok. Penghargaan kelompok diberikan sesuai kriteria berikut.
Kriteria (rata-rata tim)
Penghargaan
40
45
50
Tim baik
Tim sangat baik
Tim super
More aboutModel Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Manfaat Minyak Zaitun Untuk Kesehatan dan Kecantikan

Posted by Rizkianugrahaeni


Minyak zaitun atau Olive oil adalah minyak yang diperoleh dari buah zaitun (Olea europaea). Minyak zaitun memiliki banyak sekali manfaat untuk kesehatan dan kecantikan karena minyak zaitun mengandung lemak tak jenuh yang tinggi (oleik dan polifenol).

Manfaat minyak zaitun untuk kecantikan

1.  Penyubur rambut
     Untuk mendapatkan rambut yang hitam dan lebat, campurkan minyak zaitun pada shampoo yang anda pakai kemudian bilas sampai bersih

2.  Melembabkan dan mencerahkan wajah
     Untuk membuat wajah lebih lembab dan terlihat lebih cerah usapkanlah minyak zaitun pada wajah kecuali daerah di sekitar mata. Diamkan setidak-tidaknya 15 menit kemudian cuci dengan air bersih. Atau oleskan minyak zaitun menjelang tidur dan basuh wajah dengan air bersih di pagi harinya. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, lakukan perawatan ini secara rutin.

3.   Perawatan kaki
      Pada malam hari menjelang tidur, oleskanlah minyak zaitun ke bagian kaki yang pecah-pecah. Lalu bungkus dengan kaos kaki dan bersihkan kaki yang telah diolesi minyak zaitun pada pagi harinya.

4.   Menurunkan resiko penyakit jantung
      Untuk menurunkan resiko penyakit jantung, minumlah minyak zaitun dua sendok makann setiap hari.

5.    Mencegah diabetes
       Minyak zaitun mengandung lemak tak jenuh sehingga bermanfaat untuk menurunkan kadar gula dalam darah

6.   Menghilangkan rasa nyeri
      Minyak zaitun dapat digunakan untuk obat luka atau lecet, dan gangguan lain yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan 
More aboutManfaat Minyak Zaitun Untuk Kesehatan dan Kecantikan

Macam-macam Kata Ulang (Reduplikasi)

Posted by Rizkianugrahaeni


Reduplikasi disebut juga bentuk ulang atau kata ulang. Keraf (1991:149) mendefinisikan bentuk ulang sebagai sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata. Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk ulang. Pengulangan dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabung.
Kata yang terbentuk dari hasil proses pengulangan dikenal dengan nama kata ulang. Chaer (2006:286) membagi kata ulang berdasarkan hasil pengulangannya, yaitu
(1)     Kata ulang utuh atau murni
Kata ulang utuh atau murni merupakan kata ulang yang bagian perulangannya sama dengan kata dasar yang diulangnya. Dengan kata lain, kata ulang utuh atau murni terjadi apabila sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya. Misalnya pada kata rumah-rumah, pohon-pohon, pencuri-pencuri dan anak-anak.
(2)     Kata ulang berubah bunyi
Kata ulang berubah bunyi merupakan kata ulang yang bagian perulangannya mengalami perubahan bunyi, baik itu perubahan bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata ulang jenis ini terjadi apabila ada pengulangan pada seluruh bentuk dasar, namun terjadi perubahan bunyi. Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi vokal misalnya pada kata bolak-balik, gerak-gerik, dan kelap-kelip. Sedangkan kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi konsonan misalnya pada kata sayur-mayur, lauk-pauk, gerak gerik, kelap kelip dan ramah tamah.
(3)     Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian merupakan pengulangan yang dilakukan atas suku kata pertama dari sebuah kata. Dalam pengulangan jenis ini, vokal suku kata pertama diganti dengan vokal e pepet. Kata-kata yang mengalami pengulangan sebagian antara lain lelaki, leluhur, pepohonan dan tetangga.
(4)     Kata ulang berimbuhan
Kata ulang berimbuhan merupakan bentuk pengulangan yang disertai dengan pemberian imbuhan. Chaer (2006:287) membagi kata ulang berimbuhan berdasarkan proses pembentukannya menjadi tiga, yaitu (1) sebuah kata dasar mula-mula diberi imbuhan kemudian baru diulang, umpamanya kata aturan-aturan; (2) Sebuah kata dasar mula-mula diulang kemudian baru diberi imbuhan, misalnya kata lari yang mula-mula diulang sehingga menjadi lari-lari kemudian diberi awalan ber- sehingga menjadi berlari-lari; (3) sebuah kata diulang sekaligus diberi imbuhan, umpamanya kata meter yang sekaligus diulang dan diberi awalan ber- sehingga menjadi bentuk bermeter-meter.  

More aboutMacam-macam Kata Ulang (Reduplikasi)

Pengertian Ragam Bahasa dan Jenis-jenisnya

Posted by Rizkianugrahaeni


Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa. Bachman (1990, dalam Angriawan, 2011:1), menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik  yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dengan kata lain, ragam bahasa adalah variasi bahasa yang berbeda-beda yang disebabkan karena berbagai faktor yang terdapat dalam masyarakat, seperti usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan dan profesi, latar belakang budaya daerah, dan sebagainya.
Akibat berbagai faktor yang disebutkan di atas, maka Bahasa Indonesia pun mempunyai ragam bahasa. Chaer (2006:3) membagi ragam Bahasa Indonesia menjadi tujuh ragam bahasa.
Pertama, ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam bahasa ini disebut dengan istilah idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang menjadi ciri khas individu atau seseorang pada saat berbahasa tertentu. 
Kedua, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari wilayah tertentu, yang biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya, ragam Bahasa Indonesia dialek Bali berbeda dengan dialek Yogyakarta.
Ketiga, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu, biasanya disebut sosiolek. Misalnya ragam bahasa masyarakat umum ataupun golongan buruh kasar tidak sama dengan ragam bahasa golongan terdidik.
Keempat, ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, seperti kegiatan ilmiah, sastra, dan hukum. Ragam ini disebut juga dengan istilah fungsiolek, contohnya ragam bahasa sastra dan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa sastra biasanya penuh dengan ungkapan atau kiasan, sedangkan ragam bahasa ilmiah biasanya bersifat logis dan eksak.
Kelima, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi. Biasa disebut dengan istilah bahasa baku atau bahasa standar. Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Bahasa baku biasanya dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat menyurat dan rapat resmi, serta tidak dipakai untuk segala keperluan tetapi hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar itu biasanya dipakai ragam tak baku.      
Keenam, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi informal atau tidak resmi yang biasa disebut dengan istilah ragam nonbaku atau nonstandar. Dalam ragam ini kaidah-kaidah tata bahasa seringkali dilanggar.
Ketujuh, ragam bahasa yang digunakan secara lisan yang biasa disebut bahasa lisan. Bahasa lisan sering dibantu dengan mimik, gerak anggota tubuh, dan intonasi. Sedangkan lawannya, ragam bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan hal-hal di atas. Oleh karena itu, dalam ragam bahasa tulis harus diupayakan sedemikian rupa agar pembaca dapat menangkap dengan baik bahasa tulis tersebut.
Selain itu, Moeliono (1988, dalam Abidin, 2010:1) juga membagi ragam bahasa menurut sarananya menjadi ragam lisan dan  ragam tulis. Ragam lisan yaitu ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan yang terikat oleh kondisi, ruang dan waktu sehingga situasi saat pengungkapan dapat membantu pemahaman pendengar. Sedangkan ragam tulis adalah ragam bahasa yang dipergunakan melalui media tulis, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu.
            Penggunaan kedua ragam bahasa ini juga umumnya berbeda. Penggunaan ragam bahasa lisan mempunyai keuntungan, yaitu karena ragam bahasa lisan digunakan dengan hadirnya lawan bicara, serta sering dibantu dengan mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan intonasi ucapan. Sedangkan dalam bahasa tulis, mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan intonasi tidak mungkin diwujudkan. 
More aboutPengertian Ragam Bahasa dan Jenis-jenisnya

Tukar Link

Posted by Rizkianugrahaeni


Bagi teman-teman blogger yang ingin bertukar link dengan saya, ikuti tata caranya sebagai berikut:

  • Pasang link saya terlebih dahulu di blog anda dengan format
       Nama blog: Yuk Berbagi Info dan Ilmu
  • Setelah itu tinggalkan komentar anda pada kotak komentar
  • Setiap minggu saya akan cek blog anda. Jika anda menghapus link ke blog ini, maka saya juga akan memutuskan backlink ke blog anda tanpa pemberitahuan terlebih dahulu


More aboutTukar Link

Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia dan Jenis-jenisnya

Posted by Rizkianugrahaeni


Chaer (2006:86) membagi kelas kata menjadi beberapa jenis, yaitu
(1)     Kata Benda
Kata benda adalah semua kata yang dapat diterangkan dengan menambahkan yang + kata sifat (Keraf, 1991:58). Misalnya jalan yang bagus, dan pelayanan yang memuaskan. Selain itu, kata benda juga dapat diawali dengan kata bukan tetapi tidak bisa diawali dengan kata tidak.
Kata benda dapat berupa kata benda dasar dan kata benda turunan. Kata benda dasar merupakan kata benda yang berupa kata dasar atau kata benda yang tidak berimbuhan, contohnya rumah dan murid. Sedangkan kata benda turunan berupa (1) kata benda yang berimbuhan, contohnya penyiar dan bendungan; (2) kata benda dengan bentuk reduplikasi, misalnya rumah-rumah, dan buku-buku; serta (3) kata benda majemuk, contohnya sapu tangan dan minyak goreng.
(2)     Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda yang menyatakan orang untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu. Misalnya murid dapat diganti dengan kata ganti dia, atau ia. Keterangan lebih lanjut tentang kata ganti dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Kata Ganti
Orang
Tunggal
Jamak
I
II

III
Aku, daku, ku-, -ku,
Engkau, kamu, kau-,
-mu, anda
 Ia, dia, -nya, beliau
Kami (eksklusif), kita (inklusif)
Kamu sekalian, anda sekalian

Mereka
Sumber: Keraf (1991:62)
Berdasarkan bagan di atas, kami dan kita sama-sama berfungsi sebagai kata ganti orang pertama jamak. Bedanya, kami bersifat eksklusif, sedangkan kita bersifat inklusif. Kami bersifat ekslusif artinya pronomina itu mencakup pembicara dan orang lain di pihaknya tetapi tidak mencakup orang lain di pihak pendengar. Sebaliknya, kita bersifat inklusif artinya pronomina itu tidak saja mencakup pembicara dan orang lain di pihaknya tetapi juga orang lain di pihak pendengar (Alwi, 2003:252) 
(3)     Kata Kerja
Kata kerja adalah kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Semua kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, di-, kan-, dan -i atau penggabungannya termasuk dalam kata kerja. Tetapi ada juga kata kerja yang tidak mengandung bentuk imbuhan di atas, karena merupakan bentuk kata dasar, misalnya tidur, bangun, mandi, datang, pulang, dan sebagainya.
Segala macam kata kerja mempunyai suatu kesamaan, baik yang memiliki imbuhan ataupun tidak. Kesamaan tersebut merupakan ciri utama kata kerja, yaitu dapat diperluas dengan “dengan + kata sifat”, misalnya belajar dengan rajin.
(4)   Kata Sifat
Kata sifat merupakan kata yang menyatakan sifat atau keadaan dari suatu nomina (kata benda) atau suatu pronominal (kata ganti) (Keraf, 1991:88). Misalnya tinggi, mahal, baik, dan rajin. Semua kata sifat dalam Bahasa Indonesia dapat mengambil bentuk se + reduplikasi kata dasar + nya, serta dapat diperluas dengan paling, lebih, dan sekali, misalnya paling cepat, lebih cepat, dan cepat sekali.
(5)     Kata Sapaan
Kata sapaan adalah kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur, atau menyebut orang kedua, atau orang yang diajak bicara (Chaer, 2006:107). Kata sapaan menggunakan kata-kata dari perbendaharaan kata nama diri dan kata nama perkerabatan.
Kata sapaan dalam bentuk nama diri dapat digunakan dalam bentuk utuh seperti Tina, Hasan, dan Asti, dapat pula digunakan dalam bentuk singkatnya, seperti Tin, San, dan As. Begitu juga dengan nama perkerabatan. Bentuk utuh dan bentuk singkat dari nama perkerabatan dapat dipakai, misalnya Pak dari bentuk utuh Bapak, Dik dari bentuk utuh adik, dan Bu dari bentuk utuh Ibu.
(6)     Kata Penunjuk
Kata penunjuk adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan suatu benda. Chaer (2006:110) membagi kata penunjuk memjadi dua yaitu ini dan itu. Kata penunjuk ini digunakan untuk menunjuk suatu benda yang letaknya relatif dekat dari pembicara, sedangkan kata penunjuk itu digunakan untuk untuk menunjuk benda yang letaknya relatif jauh dari pembicara.
(7)     Kata Bilangan
Kata bilangan adalah kata yang menunjukkan nomor, urutan atau himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya, kata bilangan dibagi menjadi kata bilangan utama dan kata bilangan tingkat (Chaer, 2006:113). Kata bilangan utama seperti satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya. Sedangkan kata bilangan tingkat seperti pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.
(8)     Kata Penyangkal
Kata penyangkal merupakan kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari suatu hal atau suatu peristiwa. Chaer (2006:119) menyatakan bahwa kata penyangkal yang ada dalam Bahasa Indonesia yaitu kata tidak atau tak, tiada, bukan, dan tanpa.
(9)     Kata Depan
Kata depan adalah kata yang digunakan di depan kata benda untuk merangkai kata benda tersebut dengan bagian kalimat lain. Chaer (2006:122) membagi kata depat berdasarkan fungsinya, yaitu kata depan yang menyatakan (1) tempat berada, yaitu di, pada, dalam, atas, dan antara; (2) arah asal, yaitu dari; (3) arah tujuan, yaitu ke, kepada, akan, dan terhadap; (4) pelaku, yaitu oleh; (5) alat, yaitu dengan, dan berkat; (6) perbandingan, yaitu daripada; (7) hal atau masalah, yaitu tentang dan mengenai; (8) akibat, yaitu hingga dan sampai; (9) tujuan, yaitu untuk, buat, guna, dan bagi.
(10) Kata Penghubung
Kata penghubung merupakan kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat. Berdasarkan fungsinya, kata penghubung dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat atau setara; dan (2) kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat.
Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat atau setara dibedakan menjadi kata penghubung yang (1) menggabungkan biasa, yaitu dan, dengan, serta; (2) menggabungkan memilih, yaitu atau; (3) menggabungkan mempertentangkan, yaitu tetapi, namun, sedangkan, dan sebaliknya; (4) menggabungkan membetulkan, yaitu kata penghubung melainkan dan hanya; (5) menggabungkan menegaskan, yaitu bahkan, malah (malahan), lagipula, apalagi, dan jangankan; (6) menggabungkan membatasi, yaitu kecuali, hanya; (7) menggabungkan mengurutkan, yaitu lalu,  kemudian, selanjutnya; (8) menggabungkan menyamakan, yaitu yakni, yaitu, bahwa, adalah, ialah; dan (9) menggabungkan menyimpulkan, yaitu jadi, karena itu, oleh sebab itu.
 Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat dibagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan (1) menyatakan sebab, yaitu sebab, karena; (2) menyatakan syarat, yaitu kalau, jikalau, jika, bila, apabila, asal; (3) menyatakan tujuan, yaitu agar, supaya; (4) menyuatakan waktu, yaitu ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala; (5) menyatakan akibat sampai, hingga, sehingga; (6) menyatakan sasaran, yaitu untuk, guna; (7) menyatakan perbandingan, yaitu seperti, sebagai, laksana; (8) menyatakan tempat, yaitu kata penghubung tempat.
(11) Kata Keterangan
Kata keterangan merupakan kata yang memberi penjelasan pada kalimat atau bagian kalimat lain. Kata keterangan dibagi menjadi dua, yaitu kata keterangan yang menyatakan seluruh kalimat, dan kata keterangan yang menyatakan unsur kalimat (Chaer, 2006:162-163).
Kata keterangan yang menerangkan keseluruhan kalimat mempunyai empat fungsi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain (1) kepastian, yaitu memang, pasti, tentu; (2) keraguan atau kesangsian, yaitu barangkali, mungkin, kiranya, rasanya, agaknya, rupanya; (3) harapan, yaitu semoga, moga-moga, mudah-mudahan, hendaknya; dan (4) frekuensi, yaitu seringkali, sesekali, sekali-kali, acapkali, jarang.
Kata keterangan yang menerangkan unsur kalimat berfungsi untuk menyatakan (1) waktu, yaitu sudah, telah, sedang, lagi, tengah, akan, belum, masih, baru, pernah, sempat; (2) sikap batin, yaitu ingin, mau, hendak, suka, segan; (3) perkenan, yaitu boleh, wajib, mesti, harus, jangan, dilarang; (4) frekuensi, yaitu jarang, sering, sekali, dua kali; (5) kualitas, yaitu sangat, amat, sekali, lebih paling, kurang, cukup; (6) kuantitas dan jumlah, yaitu banyak, sedikit, kurang, cukup, semua, beberapa, seluruh, sejumlah, sebagian, separuh, kira-kira, sekitar, kurang lebih, para, kaum; (7) penyangkalan, yaitu tidak, tak, tiada, bukan; dan (8) pembatasan, yaitu hanya, cuma.
(12) Kata Tanya
Kata tanya merupakan kata yang digunakan sebagai pembantu dalam kalimat tanya, yang menanyakan tentang benda, orang, atau keadaan. Keraf (1992:68) menyatakan bahwa kata tanya asli dalam Bahasa Indonesia adalah (1) apa, untuk menanyakan benda; (2) siapa, untuk menyakan orang, dan (3) mana untuk menanyakan pilihan.
Ketiga kata tanya tersebut dapat dgabungkan dengan bermacam-macam kata depan, seperti dengan apa, dengan siapa, dari mana, untuk apa, untuk siapa, ke mana, buat apa, buat siapa, kepada siapa, dari apa, dan dari siapa. Adapula kata tanya lain yang bukan menanyakan orang atau benda, melainkan menanyakan keadaan atau perihal, seperti mengapa, bilamana, berapa, kenapa, dan bagaimana.
(13) Kata Seru
Kata seru merupakan kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Ada dua macam kata seru bila dilihat dari strukturnya yaitu kata seru yang berupa kata-kata singkat dan kata seru yang berupa kata-kata biasa (Chaer, 2006:193). Kata seru yang berupa kata-kata singkat misalnya wah, cih, hai, o, oh, nah, ha, dan hah. Sedangkan kata seru yang berupa kata-kata biasa seperti aduh, celaka, gila, kasihan, dan ya ampun, serta kata serapan astaga, masya Allah, Alhamdulillah, dan sebagainya.
(14) Kata Sandang
Chaer (2006:193) menyatakan bahwa kata sandang yang ada dalam Bahasa Indonesia adalah si, dan sang. Kata sandang si digunakan di depan kata nama diri, kata nama perkerabatan, dan kata sifat, contohnya si Hasan, si adik, dan si gendut. Sedangkan kata sandang sang berfungsi untuk mengagungkan dan digunakan di depan nama tokoh pahlawan, nama tokoh cerita, atau nama sesuatu yang dihormati, misalnya Sang Mahaputra, Sang kancil, Sang merah putih.
(15) Partikel Penegas
Partikel penegas merupakan morfem yang digunakan untuk menegaskan (Chaer, 2006:194). Partikel penegas dalam Bahasa Indonesia adalah -kah, -tah, -lah, -pun, dan -ter.
More aboutKelas Kata dalam Bahasa Indonesia dan Jenis-jenisnya

Jenis Kata Menurut Bentuknya

Posted by Rizkianugrahaeni


Santosa, dkk (2008:4.15) menyatakan bahwa kata menurut bentuknya dikelompokkan menjadi kata jadian atau kata turunan serta kata dasar. Kata jadian terbagi lagi menjadi kata berimbuhan, kata ulang dan kata majemuk. Sedangkan kata berimbuhan meliputi kata berawalan (prefiks), kata bersisipan (infiks), kata berakhiran (sufiks), dan kata yang berkonfiks. 
Senada dengan Santosa, Keraf (1991:44) juga mengelompokkan kata berdasarkan bentuknya menjadi kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Sedangkan kata berimbuhan terdiri atas kata yang berprefiks (berawalan), kata yang berinfiks (bersisipan), kata yang bersufiks (berakhiran), dan kata yang berkonfiks.
2.2.3.1.1        Kata Berimbuhan (Afiks)
Seringkali sebuah kata dasar perlu diberi afiks atau imbuhan terlebih dahulu agar dapat digunakan. Afiks atau imbuhan adalah semacam morfem nondasar yang secara struktural dilekatkan pada kata dasar atau bentuk dasar untuk membentuk kata-kata baru (Keraf, 1991:121). Dengan kata lain, afiks atau imbuhan melekat pada kata dasar. Afiks atau imbuhan yang melekat pada kata dasar ini akan membentuk kata baru sehingga makna dan fungsinya menjadi berbeda dengan kata dasarnya.
Afiks juga dibagi berdasarkan tempat unsur itu dilekatkan pada kata dasar. Dalam hal ini, Keraf (1991:121) membaginya menjadi prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), konfiks, bentuk ulang (reduplikasi).

(1)     Kata Berprefiks (berawalan)
Kata yang telah mendapatkan bentuk awalan disebut kata berprefiks. Prefiks (awalan) adalah sebuah morfem nondasar yang secara struktural dilekatkan pada awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar (Keraf, 1991:122). Dengan kata lain, prefiks adalah imbuhan yang letaknya di awal kata. Bahkan dalam sebuah kata bisa dilekatkan dua prefiks sekaligus, misalnya mem-per-satukan, dan di-per-hatikan.
Bentuk prefiks (awalan) yang ada dalam Bahasa Indonesia yaitu prefiks ber-, per-, me-, di-, ter-, ke- se- dan pe-, serta prefiks baru. Prefiks baru merupakan prefiks yang dipengaruhi oleh unsur-unsur bahasa asing, seperti prefiks a dan tak, ante dan purba, prae dan pra, anti dan prati, auto dan swa, inter dan antar, re dan ulang, bi dan dwi, pasca dan anu, serba, maha, serta prefiks tuna. Contoh kata berprefiks antara lain berlari, percepat, memakan, dilihat, terbawa, kekasih, sebotol, pemalas, dan sebagainya.
(2)     Kata Berinfiks (bersisipan)
Kata berinfiks merupakan yang kata mendapatkan bentuk sisipan. Infiks atau sisipan adalah morfem nondasar yang dilekatkan di tengah sebuah kata, yaitu antara konsonan yang mengawali sebuah kata dengan vokal berikutnya (Keraf, 1991:136). Ada tiga macam infiks dalam Bahasa Indonesia yaitu infiks -el, -em, dan -er.
Infiks (sisipan) -el, -em, dan -er tidak mempunyai variasi bentuk dan bukan merupakan imbuhan yang produktif, maksudnya tidak digunakan lagi untuk membentuk kata-kata baru dan hanya berlangsung hanya pada kata-kata tertentu saja. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara menyisipkan di antara konsonan dan vokal suku pertama pada sebuah kata dasar. Contoh kata berinfiks antara lain telapak yang berasal dari kata dasar tapak, gerigi berasal dari kata dasar gigi, dan temali berasal dari kata dasar tali.
(3)     Kata Bersufiks (berakhiran)
Kata bersufiks adalah kata yang mendapatkan bentuk akhiran. Sufiks atau akhiran merupakan morfem nondasar yang dilekatkan pada akhir sebuah kata dasar. Sufiks yang ada dalam Bahasa Indonesia adalah -kan, -i, -an, dan -nya serta beberapa sufiks serapan seperti -man, -wan, -wati, -wi, -al, dan -if.    
Sufiks atau akhiran -kan, -i, -an dan -nya tidak mempunyai variasi bentuk, sehingga untuk situasi dan kondisi manapun bentuknya sama. Ada dua macam -nya dalam Bahasa Indonesia yang perlu diperhatikan, yaitu -nya sebagai kata ganti orang ketiga tunggal yang berlaku obyek atau pemilik dan ­-nya sebagai akhiran. Contoh kata yang bersufiks antara lain gunakan, surati, tulisan, obatnya, dan sebagainya.
(4)     Kata Berkonfiks
Konfiks merupakan gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan (Alwi, 2003:32). Dengan demikian, kata yang mendapatkan bentuk prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) disebut dengan kata yang berkonfiks. Konfiks dalam Bahasa Indonesia terdiri dari ber-kan, ber-an, per-kan, per-i, me-kan, me-i, memper-, memper-kan, memper-i, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i, ter-kan, ter-i, ke-an, se-nya, pe-an, dan per-an. Contoh kata yang berkonfiks antara lain bersenjatakan, berdatangan, percetakan, perbaiki, membacakan, dan sebagainya.
Konfiks bersifat morfem terbelah (Keraf, 1991:144). Artinya, prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) dilekatkan sekaligus pada awal dan akhir kata dasar. Sifat inilah yang membedakan konfiks dengan imbuhan gabung. Dalam konfiks, prefiks dan sufiks dilekatkan pada kata dasar secara bersamaan. Sedangkan pada imbuhan gabung, prefiks dan sufiks dilekatkan secara bertahap.
Kata kehujanan misalnya, dibentuk dari kata dasar hujan dan konfiks ke-an yang diimbuhkan secara serentak. Lain halnya dengan kata berpakaian. Kata berpakaian dibentuk dengan menambahkan sufiks ­-an pada kata dasar pakai sehingga terbentuk kata pakaian. Sesudah itu barulah diimbuhkan prefiks ber-. Jadi, ke-an pada kata kehujanan adalah konfiks, sedangkan ber-an pada kata berpakaian merupakan imbuhan gabung.

2.2.3.1.2        Kata Ulang (Reduplikasi)
Reduplikasi disebut juga bentuk ulang atau kata ulang. Keraf (1991:149) mendefinisikan bentuk ulang sebagai sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata. Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk ulang. Pengulangan dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabung.
Kata yang terbentuk dari hasil proses pengulangan dikenal dengan nama kata ulang. Chaer (2006:286) membagi kata ulang berdasarkan hasil pengulangannya, yaitu
(1)     Kata ulang utuh atau murni
Kata ulang utuh atau murni merupakan kata ulang yang bagian perulangannya sama dengan kata dasar yang diulangnya. Dengan kata lain, kata ulang utuh atau murni terjadi apabila sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya. Misalnya pada kata rumah-rumah, pohon-pohon, pencuri-pencuri dan anak-anak.
(2)     Kata ulang berubah bunyi
Kata ulang berubah bunyi merupakan kata ulang yang bagian perulangannya mengalami perubahan bunyi, baik itu perubahan bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata ulang jenis ini terjadi apabila ada pengulangan pada seluruh bentuk dasar, namun terjadi perubahan bunyi. Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi vokal misalnya pada kata bolak-balik, gerak-gerik, dan kelap-kelip. Sedangkan kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi konsonan misalnya pada kata sayur-mayur, lauk-pauk, gerak gerik, kelap kelip dan ramah tamah.
(3)     Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian merupakan pengulangan yang dilakukan atas suku kata pertama dari sebuah kata. Dalam pengulangan jenis ini, vokal suku kata pertama diganti dengan vokal e pepet. Kata-kata yang mengalami pengulangan sebagian antara lain lelaki, leluhur, pepohonan dan tetangga.
(4)     Kata ulang berimbuhan
Kata ulang berimbuhan merupakan bentuk pengulangan yang disertai dengan pemberian imbuhan. Chaer (2006:287) membagi kata ulang berimbuhan berdasarkan proses pembentukannya menjadi tiga, yaitu (1) sebuah kata dasar mula-mula diberi imbuhan kemudian baru diulang, umpamanya kata aturan-aturan; (2) Sebuah kata dasar mula-mula diulang kemudian baru diberi imbuhan, misalnya kata lari yang mula-mula diulang sehingga menjadi lari-lari kemudian diberi awalan ber- sehingga menjadi berlari-lari; (3) sebuah kata diulang sekaligus diberi imbuhan, umpamanya kata meter yang sekaligus diulang dan diberi awalan ber- sehingga menjadi bentuk bermeter-meter.  

2.2.3.1.3        Kata Majemuk (Kompositum)
Kata majemuk atau kompositum adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan arti (Keraf, 1991:154). Masing-masing kata yang membentuk kata majemuk sebenarnya mempunyai makna sendiri-sendiri. Tetapi setelah kata tersebut bersatu, maka akan terbentuk kata baru yang maknanya berbeda dengan kata sebelumnya. Misalnya pada kata orang tua, saputangan, dan matahari.

2.2.3.1.4        Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata berimbuhan. Kata dasar biasanya terdiri atas morfem dasar, misalnya pada kata kebun, anak, bawa, merah, pada, dari, dan sebagainya. Bentuk kata ini dapat diturunkan menjadi kata jadian atau kata turunan yang berupa kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk.
Kata dasar berbeda dengan bentuk dasar. Bentuk dasar adalah bentuk yang dijadikan landasan untuk tahap pembentukan kata berikutnya (Keraf, 1991:121). Misalnya kata mempelajari. Pada awalnya kata dasar pelajar yang sekaligus menjadi bentuk dasar, diberi sufiks -i sehingga menurunkan bentuk pelajari. Selanjutnya, bentuk dasar pelajari (bukan kata dasar lagi) diimbuhkan prefiks mem- sehingga terbentuk kata mempelajari. 
More aboutJenis Kata Menurut Bentuknya